Secercah kerinduan di ambang ramadhan  

Posted by: Uwais Abdulloh in

Perputaran matahari dan rembulan yang menyebabkan bergulirnya hari, minggu, bulan dan tahun ternyata telah membawa kita kembali berada di bulan penantian datangnya sang romadhon. Dialah sya’ban, bulan yang di dalamnya rasa rindu mulai bersemi bak pepohonan yang kering merindukan datangnya hujan. Begitulah hati orang-orang sholeh, setelah sebelas bulan berpisah dengan romadhon dan terbelenggu oleh kepenatan dunia yang melalaikan menanti datangnya siraman rahmat dari Allah pada bulan romadhon.
Sungguh berita kedatangannya mengundang rasa rindu yang sangat luar biasa di hati para pecinta kebaikan. Laksana tamu yang sangat agung ia datang membawa sejuta kabar gembira serta perbendaharaan amal sholeh yang tak terkira. Tamu itu memberika kesempatan bagi kita untuk menanam saham kebaikan sebanyak-banyaknya dan akan dilipatkan melebihi dari biasanya. Saham amalan sunnah akan dinilai sebagai amal yang bernilai wajib dan amal kewajiban akan di lipatkan tujuh puluh derajat diatasnya.
Rosululloh  memberikan contoh kepada kita tentang ungkapan rasa rindu terhadapnya. Ini tercermin dari doa yang senantiasa beliau ucapkan ketika memasuki bulan rajab:
اللّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَب وَشَعْبَان وَبَلِّغْنَا رَمَضَان
“Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rojab, pada bulan sya’ban dan sampaikanlah kami pada bulan Romadhan”. (HR. At-Thabrani dalam mu’jamul ausath)
Demikian pula para shalafuna sholih juga senantiasa mempersipkan diri untuk menyambut tamu agung tersebut dengan memperbanyak amal kebajikan dan mempersiapkan berbagai bekal yang akan mendukung keberlangsungan ibadah pada bulan Ramadhan. Nampak kecerahan dari wajah-wajah mereka yang menantikan dibukanya pintu-pintu surga dan di tutupnya pintu neraka serta dibelenggunya syaitan.
Bekal sebagai wujud ketulusan cinta
Pengakuan cinta atau penghormatan terhadap sesuatu tentunya membutuhkan bukti konkrit yang tercermin pada sikap kita. Demikian pula kecintaan terhadap Ramadhan yang tak sekedar pemanis bibir tanpa bukti. Mempersiapkan bekal merupakan bukti ketulusan cinta kita terhadapnya. Di samping itu bahwa hasil yang baik dari suatu pekerjaan sangatlah tergantung pada persiapan yang baik pula.
Adapun bekal yang harus kita persiapkan adalah:
1. Persiapan mental
Model manusia dalam menghadapi Ramadhan bermacam-macam warna. Ada yang menyambut dengan pilihan keimanan dan ada pula yang menganggap suatu hal yang biasa-bisa saja tanpa keistimewaan dan bahkan ada juga yang menganggap sebagai mala petaka yang akan merusak kesenangan hawa nafsunya. Sehingga dengan kenyataan ini mengaharuskan adanya persiapan mental agar Romadhan menjadi lebih berma’na dan tidak berlalu bergitu saja. Bukankan Rasulullah  telah bersabda:
رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ أنْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ
“Betapa hinanya seorang yang, jika Ramadhan datang kemudian pergi sedang ia belum diberi ampunan”. (HR. Tirmidzi, hasan ghorib)

Yang dimaksud di sini adalah mental ruhiyah agar mampu membangkitkan keimanan yang akan melandasi seluruh amalan yang kita lakukan nantinya. Tanpa adanya persiapan ruhiyah maka kegoncangan mungkin saja akan terjadi. Karena rangkaian puasa adalah menahan sebahagian keinginan yang dapat membatalkan puasa semenjak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Tentunya ini sangatlah berat bagi mereka yang tidak mempersiapkan mental. Seorang pekerja keras yang membutuhkan energi banyak mungkin saja akan meninggalkan puasa demi pekerjaan yang sedang dikerjakannya. Terlebih lagi menjelang lebaran saat kebutuhan keluarga membengkak tidak seperti hari-hari biasanya. Demikian juga halnya kebiasaan-kebiasaan lain yang mungkin saja akan mengikis keutuhan pahala puasa kita seperti mengungjing dan dosa-dosa mata dan telinga yang tak pernah luput dari keseharian kita.
Ada beberapa sarana bagi kita untuk mempersiapkan mental menyambut Ramadhan. Di antaranya adalah melakukan puasa sunnah di bulan sya’ban sebagai mana diriwayatkan dari A’isyah Rhadiallahu anha:
مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ
Aku tidak melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh kecuali Ramadhan dan aku tidak melihat Beliau lebih banyak berpuasa dibandingkan dengan pada bulan Sya’ban (HR al-Bukhari dan Muslim).
Usamah bin Zaid pernah bertanya kepada Rasulullah  :
يَا رَسُول اللهِ، لَمْ أَرَكَ تَصُوْمُ مِنْ شَهْر مِنْ الشُّهُور مَا تَصُوم مِنْ شَعْبَان، قَالَ : ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفَلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَان، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الأَعْمَالُ إِلَى رَبّ الْعَالَمِينَ ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
“Ya Rasulullah, aku tidak melihat engkau berpuasa pada bulan-bulan lain seperti engkau berpuasa pada bulan Sya’ban.” Rasul menjawab, “Bulan itu (Sya’ban) adalah bulan yang dilupakan oleh manusia, yaitu bulan di antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan itu adalah bulan diangkatnya amal-amal manusia kepada Tuhan semesta alam. Aku suka amal-amalku diangkat, sementara aku sedang berpuasa.” (HR Abu Dawud dan an-Nasa’i disahihkan oleh Ibn Khuzaimah).

Di samping itu memperbanyak amal sholeh juga merupakan sarana bagi kita untuk mempersiapkan mental. Seperti taubat, ibadah sunnah, tilawatul qur’an, shadaqoh dan amalan-amalan yang lainnya.
2. Ilmu
Mengetahui perkara yang berkenaan dengan puasa merupakan bekal yang terpenting. Seorang tidak akan dapat menghasilkan suatu yang memuaskan bila tidak di dasari dengan ilmu yang cukup. Bahkan tanpa ilmu bisa jadi suatu amalan tidak akan diterima. Rosululloh  pernah bersabda:
رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوْعُ وَالْعَطَشُ. وَرُبَّ قَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ قِيَامِهِ السَهْرُ
“Berapa banyak orang yang berpuasa hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja, dan berapa banyak orang yang mendirikan ibadah pada malam hari hanya mendapatkan begadang saja”. (HR. An-Nasa”i)
Adapun ilmu berkenaan dengan pelaksanaan puasa yang perlu diketahui adalah meliputi:
a. Hukum puasa
b. Syarat-syarat diwajibkannya puasa
c. Rukun-rukun puasa
d. Hal-hal yang dapat menbatalkan puasa dan hukum bagi yang berbuka pada siang hari
e. Hal-hal yang dimakruhkan dalam puasa
f. Hal-ha yang disunnahkan dalam puasa.
3. Fisik
Kesehatan fisik juga merupakan faktor pendukung dalam melaksanakan ibadah. Betapa banyak orang yang mempunyai keinginana keras untuk bisa memaksimalkan ibadah sebulan utuh pada bulan Ramadhan, namun fisik tidak mendukung. Mereka ditakdirkan sakit karena kurang memperhatikan kesehatan tubuhnya sehingga banyak amalan-amalan yang terlewatkan.
Seorang yang mengalami gangguan kesehatan tidak akan mampu melaksanakan ibadah qiyamul lail melebihi mereka yang sehat. Demikian pula dengan ibadah-ibadah lain yang membutuhkan kesehatan fisik.
4. Finansial
Tak dapat dipungkiri bahwa kemapanan finansial juga turut mempengaruhi hasil dari suatu amalan. Seorang yang tidak mempersiapkan harta yang cukup akan senantiasa terbebani untuk bekerja yang mungkin akan menyita waktu ibadah yang lain. Terlebih menjelang Lebaran saat kebutuhan semakin membengkak untuk mempersiapkan hidangan lebaran dan pakain baru bagi anak istri. Padahal waktu akhir sepuluh hari menjelang lebaran adalah waktu afdhal untuk melaksanakan ibadah.
Maka seharusnya persiapan bekal berupa finansial di persiapkan sejak dini agar tidak mengganggu aktivitas ibadah afdhaliah yang lain. Demikian juga ada beberapa bentuk ibadah yang membutuhkan dana seperti umrah, shadaqah, i’tiqaf dan sejenisnya.
Kita sambut Ramadhan dengan iman
Anugrah Ramadhan merupakan wujud kecintaan Allah  terhadap hambanya. Karena dengan Ramadhan seorang bisa bisa menggapai keselamatan di dunia dan akhirat. Allah  memanggil para hambanya untuk kembali kepada hakikat hidup yang sebenarnya dengan memperbanyak ibadah.

This entry was posted on 20.41 and is filed under . You can leave a response and follow any responses to this entry through the Langganan: Posting Komentar (Atom) .

0 komentar

Posting Komentar